Detail Cantuman Kembali
PROKRASTINASI SALAT FARDU DALAM QS. MARYAM AYAT 59-63 (Studi Komparatif Tafsir Ma’ālim at-Tanzīl dan Tafsir Fī Ẓilāl Al-Qur’ān)
Prokrastinasi didefinisikan sebagai menunda-nunda suatu pekerjaan, hal ini identik dengan bentuk kemalasan juga keterlambatan seseorang dalam mengerjakan pekerjaan. Prokrastinasi bisa terjadi oleh siapa saja tanpa memandang usia, ras, jenis kelamin, status, kepercayaan maupun suku bangsa. Prokrastinasi yang sering terjadi dalam masyarakat adalah menunda-nunda waktu salat fardu, mereka menunda-nunda salat fardu dan lebih menurutkan hawa nafsunya. Di dalam al-Qur’an sudah menjelaskan tentang orang-orang yang menunda waktu salat, penjelasan tersebut terdapat dalam Qs. Maryam ayat 59-63. Namun dalam menafsirkan al-Qur’an mufassir berbeda-beda pendapat. Dalam hal ini penulis mengambil tokoh mufassir komtemporer dan klasik yaitu al-Bagawī dan Sayyid Quṭb.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode komparatif, yaitu metode yang membandingkan persamaan maupun perbedaan sebuah penafsiran yang satu dengan penafsiran lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap prokrastinasi waktu salat fardu dan untuk mengetahui bagaimana prokrastinasi waktu salat fardu dalam penafsiran al-Bagawī dan Sayyid Quṭb. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (Library Research), penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan data primer yaitu tafsir Ma’ālim at-Tanzīl karya al-Bagawī dan tafsir Fī Ẓilāl Al-Qur’ān karya Sayyid Quṭb, dan dilengkapi dengan data sekunder berupa buku, kitab, jurnal dan karya ilmiah lainnya yang relavan. Dalam teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Dalam pandangan Islam perbuatan menunda-nunda salat fardu itu dilarang, karena Allah swt menganjurkan kepada umat Islam untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Kemudian dalam perbedaan dan persamaan kedua mufassir yaitu, persamaannya terletak dalam menjelaskan kaum yang buruk, menurut mereka kaum yang buruk ialah kaum yang mengabaikan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, kemudian mereka akan mendapatkan balasan yang buruk, kecuali orang yang bertaubat dan kembali beriman kepada Allah swt. Sedangkan perbedaan dari kedua tafsir ialah, dalam menjelaskan siapa saja kaum yang buruk, menurut al-Bagawī kaum yang buruk ialah kaum Yahudi, Nasrani dan kaum Kafir lainnya, sedangkan menurut Sayyid Quṭb adalah generasi pendosa yang menyia-nyiakan salat dan mengikuti hawa nafsu.
Amalia Qistina - Personal Name
SKRIPSI IAT 465
2x1.3
Text
Indonesia
2021
Serang Banten
xx + 96 hlm.; 18 x 25 cm
LOADING LIST...
LOADING LIST...