Detail Cantuman Kembali
Studi KomparatifPemikiran Imam Syafi’i Dan Imam Hanafi Tentang Batasan Masa Iddah BagiWanita Yang Dicerai Suami
Iddah merupakan salah satu perintah agama yang wajib dilaksanakan bagi wanita yang telah berpisah dengan suaminya dengan sebab-sebab yang telah di atur dalam al-Qur’an . Disamping itu disyariatkannya masa iddah tak lain untuk melindungi wanita itu sendiri yaitu untuk menghindari tercampurnya nasab antara suami yang pertama dan suami yang kedua. Perumusan masalahnya adalah: 1) Bagaimana batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suami menurut Imam Syafi’i? 2) Bagaimana batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suami menurut Imam Hanafi? dan 3) Bagaimana Analisa komparatif Imam Syafi’i dan Imam Hanafi tentang batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suami ?. Penelitian ini bertujuan: 1) Untuk mengetahui batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suami menurut Imam Syafi’i, 2) Untuk mengetahui batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suami menurut Imam Hanafi, dan 3) Untuk mengetahui Analisa komparatif Imam Syafi’i dan Imam Hanafi tentang batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suami. Bentuk penelitian ini adalah kepustakaan ( library research ). Teknik pengumpulan data studi pustaka menggunakan buku-buku, jurnal, dan catatan-catatan yang membahas tentang batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suaminya dan Teknik pengelolaan datanya induktif deduktif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah:.1) Batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suami menurut Imam Syafi’i, Imam Syafi’i menginterpensi quru dengan masa suci (tidak haid). Sehingga bila wanita tersebut dicerai pada hari-hari terakhir masa sucinya, maka masa tersebut dihitung sebagai bagian dari masa iddah, yang kemudian disempurnakan dengan dua masa suci sesudahnya. sekurang-kurangnya selama 32 hari. 2) Batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suaminya menurut Imam Hanafi, Imam Hanafi berpendapat menginterpensinya dengan masa haid, sehingga bagaimana pun wanita tersebut harus melewati tiga kali masa haid (dalam menyelesaikan iddahnya). sesudah dia ditalak, dan termasuk masa haid ketika ia dijatuhi masa talak. Bagi kalangan Hanafi, batas minimal iddah quru’ yang bisa dibenarkan adalah tiga puluh sembilan hari, dengan perkiraan laki-laki itu menalak istrinya diakhir masa sucinya. 3) Analisa komparatif Imam Syafi’i dan Imam Hanafi tentang batasan masa iddah bagi wanita yang dicerai suami, dapat peneliti simpulkan bahwa yang menjadi perbedaan antara 2 madzhab Imam Syaf’i dan Imam Hanafi mengenai quru’ dan batas minimal waktu iddah tersebut. Imam Syafi’i mengartikan quru’ dengan masa suci (tidak haid) dan untuk batas minimal maksimal masa iddah bagi wanita merdeka yang di talak oleh suaminya yaitu 32 hari. Sedangkan Imam Hanafi berpendapat bahwa quru’ adalah masa haid dan bagi kalangan Hanafi untuk batas minimal iddah quru’ yang bisa dibenarkan adalah 39 hari, dengan perkiraan laki-laki itu menalak istrinya diakhir masa sucinya
Riyan Nuryadi - Personal Name
SKRIPSI HKI 299
297
Text
Indonesia
UIN SMH BANTEN
2022
Serang Banten
xiii + 94 hlm.; 18 x 25 cm
LOADING LIST...
LOADING LIST...