Detail Cantuman Kembali

XML

Tinjauan Ulama Mazhab Terhadap Hukum Wali Nikah Meminta Persetujuan Calon Mempelai Wanita


Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang hendak melangsungkan perkawinan itu ialah ikhtiyar (tidak dipaksa). Pihak yang melangsungkan perkawinan itu dirumuskan dengan kata-kata kerelaan calon isteri dan suami atau persetujuan mereka. Kerelaan dari calon suami dan wali jelas dapat dilihat dan didegar dari tindakan dan ucapannya, sedangkan kerelaan calon isteri, dapat dilihat dari sikapnya. Mengenai wali nikah meminta persetujuan dari calon mempelai wanita, terjadi perbedaan pandangan Ulama Mazhab tentang status hukum dalam masalah wali nikah meminta persetujuan dari calon mempelai wanita. Yang disebabkan oleh perbedaan dalam menafsirkan hadis yang menjadi dasar hukumnya.
Perumusan masalahnya adalah: 1) Bagaimanakah pendapat ulama madzhab tentang hukum wali nikah meminta persetujuan dari calon mempelai wanita?, 2) Bagaimanakah bentuk pernyataan setuju dari calon mempelai wanita?, 3) Bagaimana pandangan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tentang hukum wali nikah meminta persetujuan dari calon mempelai wanita?.
Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui hukum wali nikah meminta persetujuan dari calon mempelai wanita menurut para ulama madzhab. 2) Untuk mengetahui bentuk pernyataan persetujuan dari calon mempelai wanita. 3) Untuk mengetahui pandangan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan kompilasi Hukum Islam terhadapa hukum wali terhadapa hukum wali meminta persetujuan dari calon mempelai wanita.
Penulis mencoba menguraikan data dalam metode komparatif (perbandingan), hal ini sebagai upaya untuk mininjau kemajemukan pendapat para Imam Mazhab secara komprehensif. Data yang telah teruai, kemudian dianalisa dengan analisis kualitatif dam komparatif sehingga menghasilkan kesimpulan yang spesifik dengan pola induktif.
Kesimpulan. 1) Menurut Malikiyah ayah boleh menikahkan anak gadisnya tanpa persetujuan darinya. Menurut Ulama Hanafiyah, Bahwa tidak sah menikahkan anak gadisnya yang dewasa tanpa persetujuan . Menurut Ulama Syafi'iyah, Ayah dan Kakek mempunyai hak ijbar (boleh menikahkan anak gadisnya perawan dan baligh) tanpa melihat kerelaannya. 2) Para Ulama Mazhab sepakat bahwa bentuk pernyataan setuju dari gadis adalah cukup dengan diam atau Isyarat yang menunjukan atas persetujuannya, adapun untuk Janda adalah dengan ucapannya. 3) Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pasal 1 dikatakan bahwa perkawinan harus didasari oleh kerelaan dari kedua mempelai. Sementara KHI Pasal 16 dan 17 telah mengatur bahwa pernikahan harus dengan persetujuan kedua calon mempelai, sekalipun yang bertindak sebagai wali adalah Ayahnya. Dalam hal ini KHI dan Undang-Undang sependapat dengan Ulama Hanafiyah.
Hilman Saepul Millah - Personal Name
Skripsi ASY 394
Skripsi ASY 394
Text
Indonesia
Fakultas syariah
2012
serang
21.5cm, 28cm, 69hlm
LOADING LIST...
LOADING LIST...