Detail Cantuman Kembali
Keharusan Istri Menerima Rujuk dan Kewenangannya Menolak Rujuk dari Suaminya (Studi Komparatif Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif)
Masa iddah memiliki suatu kelebihan, di antaranya memberikan kebebasan kepada suami istri untuk mempertimbangkan dengan cermat bagaimana membangun kembali sakinah, mawaddah, dan warahmah keluarga mereka jika mereka memilih demikian. Mencoba kembali bersama setelah bercerai disebut rujuk. Rujuk, menurut para ulama adalah upaya terakhir untuk memperbaiki hubungan yang rusak dan dapat diterima dalam Islam. Namun, ada perbedaan pandangan dalam hukum Islam dan hukum positif mengenai hak rujuk Istri. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.) Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum Positif terhadap hak rujuk Istri ? 2.) Bagaimana perbandingan pandangan hukum Islam dengan hukum Positif tentang hak rujuk Istri ? 3.) Bagaimana istinbath hukum Islam mengenai keharusan Istri menerima rujuk suami dan hukum Positif mengenai kewenangan Istri menolak rujuk suami ? Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.) Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan hukum Positif terhadap hak rujuk Istri. 2.) Untuk mengetahui bagaimana perbandingan pandangan hukum Islam dengan hukum Positif tentang hak rujuk Istri. 3.) Untuk mengetahui bagaimana istinbath hukum Islam mengenai keharusan Istri menerima rujuk suami dan hukum Positif mengenai kewenangan Istri menolak rujuk suami. Metodologi penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian pustaka/kepustakaan. Adapun metode analisis datanya menggunakan metode content analysis dan deskriptif Kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini: 1.) Dalam hukum Islam banyak literatur Fiqh Islam yang menyatakan bahwa suami boleh merujuk istrinya tanpa meminta izinnya demi memperbaiki pernikahan yang telah terputus saat ia masih menjalani masa iddah talak raj’i. Menurut pandangan hukum Positif bahwa rujuk hanya bisa dilakukan ketika berada dalam masa iddah talak raj’i, istri juga memiliki hak untuk menolak kehendak rujuk mantan suaminya, dan rujuk baru bisa dinyatakan sah apabila sudah mendapat izin dari istri. 2.) Relevansi hak rujuk Istri berdasarkan hukum Islam dan hukum Positif, keduanya sama-sama harus memberikan hak pertalian semacam nafkah dan tempat tinggal kepada istri dan rujuk harus dalam iddah talak raj’i, apabila talak ba’in, maka istri berhak untuk menolak rujuk dan menikah lagi dengan laki-laki lain. Sedangkan yang membedakan, dalam hukum Islam rujuk merupakan hak suami sepenuhnya tanpa memandang persetujuan istri. Sedangkan dalam hukum positif rujuk tidak sah apabila tanpa persetujuan istri. 3.) Istinbath hukum Islam mengenai keharusan istri menerima rujuk dan hukum Positif mengenai kewenangan istri menolak rujuk dari suaminya. Dalam hukum Islam Imam Asy-Syafi’i menggunakan dasar hukum terdapat dalam Q.S Al-Baqarah ayat 228, Q.S Al-Baqarah ayat 229 Dan Q.S Al-Baqarah ayat 234 Dan dalam hukum Positif yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam menggunakan dasar hukum yang dipakai oleh para sahabat atau fuqaha. Dan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 231.
Muhamad Dirwan Dermawan - Personal Name
SKRIPSI HKI 504
2x4.35
Text
Indonesia
2023
serang
xiv + 107 hlm.; 18 x 25 cm
LOADING LIST...
LOADING LIST...