Detail Cantuman Kembali
Konstitusionalitas Pengisian Penjabat Gubernur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Perspektif Fiqh Siyasah
Pengisian penjabat Gubernur dilakukan karena adanya kekosongan
jabatan Gubernur definitif yang telah habis masa jabatannya. Hal tersebut
terjadi akibat adanya penundaan Pilkada 2022 dan 2023 yang mengakibatkan
sebagian besar daerah dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota tidak
memiliki kepala daerah definitif. Untuk itu, dilakukan mekanisme pengisian
atau pengangkatan penjabat (Pj) Gubernur sesuai dengan UU No.10 Tahun
2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tentang Pemilihan
Kepala Daerah yang dari pengaturan tersebut ternyata menimbulkan
permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Persoalan
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai konstitusionalitas
pengisian penjabat Gubernur berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun
2016 serta bagaimana perspektif fiqh siyasah terkait pengisian penjabat
Gubernur di Indonesia.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana
Konstitusionalitas Pengisian Penjabat Gubernur berdasarkan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2016; dan 2. Bagaimana Perspektif Fiqh Siyasah terhadap
Pengisian Penjabat Gubernur di Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu: 1.
Untuk mengetahui konstitusionalitas pengisian penjabat Gubernur
berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016; dan 2. Untuk
mengetahui dan menjelaskan perspektif siyasah tentang pengisian penjabat
Gubernur di Indonesia.
Penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode penelitian yuridis
normatif melalui pendekatan perundang-undangan (statue approach) dengan
menelaah serta mengkaji konsep-konsep, teori-teori, asas-asas hukum yang
berhubungan dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan
merupakan teknik penelitian kepustakaan (library research) melalui
pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Kesimpulan penelitian ini adalah: 1.Konstitusionalitas pengisian
penjabat Gubernur tidak terbatas hanya pada pasal-pasal dalam UU No. 10
Tahun 2016 dikatakan konstitusional saja, tetapi juga perlu dilihat dari
pertimbangan hukum putusan tersebut serta kesesuaian antara nilai-nilai
konstitusi yang hidup dalam praktek ketatanegaraan juga nilai-nilai perilaku
politik hukum yang hidup dalam masyarakat. 2. Dalam perspektif fiqh siyasah
dikenal Gubernur khusus yang memiliki kesamaan kewenangan dengan
penjabat Gubernur yakni kewenangan yang sangat terbatas. Adapun jika
dikorelasikan dengan permasalahan kekosongan jabatan dalam Islam, maka
kekosongan kepemimpinan tersebut terjadi pada saat Rasulullah SAW wafat.
Dan dilakukan mekanisme pengisian khalifah menggunakan mekanisme
musyawarah atas dasar mufakat.
Sri Ratih Harmanti - Personal Name
SKRIPSI HTN 454
2x4.98
Text
Indonesia
2023
serang
xiii + 120 hlm.; 18 x 25 cm
LOADING LIST...
LOADING LIST...