Detail Cantuman Kembali

XML

HUKUM BARANG GADAI EMAS DALAM PANDANGAN IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS (SYAFI’I) DAN IMAM MALIKI BIN ANAS


Kegiatan akad gadai memiliki perjanjian yang dibuat oleh ra>hi>n
(pemilik barang gadai) dan murtahi>n (penerima barang gadai) yang mana
ra>hi>n harus menyerahkan emasnya sebagai barang jaminan kepada murtahi>n
dan murtahi>n memberikan uang sebagai utang kepada ra>hi>n dengan syarat
emas tersebut harus ditebus oleh murtahi>n sesuai dengan waktu tempo yang
telah disepakati bersama. Apabila telah jatuh tempo emas tersebut belum saja
dibayar oleh pemiliknya, maka emas tersebut akan dijual oleh murtahi>n
dengan persetujuan pemiliknya. Namun, jika murtahi>n menjual emasnya
tanpa izin pemiliknya maka Imam Syafi’i dan Imam Maliki berbeda
pendapat mengenai permasalahan ini. Maka dalam skripsi ini penulis akan
memaparkan hasil dari Hukum Barang Gadai Emas Dalam Pandangan Imam
Syafi’i dan Imam Maliki.
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: 1). Bagaimanakah hukum barang gadai emas dalam pandangan
Imam Syafi’i dan Imam Maliki? 2). Bagaimakah latar belakang perbedaan
pendapat Imam Syafi’i dan Imam Maliki tentang hukum barang gadai emas?
Penelitian ini bertujuan untuk 1). Untuk mengetahui hukum barang
gadai emas dalam pandangan Imam Syafi’i dan Imam Maliki? 2). Untuk
mengetahui latar belakang perbedaan pendapat Imam Syafi’i dan Imam
Maliki tentang hukum barang gadai emas?
Dalam penelitian ini penulis menggunakan kajian kepustakaan. Pada
kajian ini merupakan sekumpulan penjelasan dari berbagai ilmu pengetahuan
yang digunakan sebagai panduan dan informasi dalam melakukan penelitian.
Kajian kepustakaan berisi deskripsi mengenai bidang atau topic tertentu.
Kajian pustaka pada skripsi ini menggunakan data primer dari kitab Al-Umm
oleh Imam Syafi’i dan Fiqih Islam Waadillatuh dari Wahbah Zuhaili.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa 1). Imam Syafi’i dan Imam
Maliki membolehkan adanya gadai emas, karena dalam gadai emas terdapat
kemaslahatan untuk saling tolong menolong. Akad gadai dianggap tidak
sempurna apabila belum adanya al-Qabdhu (serah terima barang yang
digadaikan), hal ini sesuai dengan pendapat Imam Syafi’i. Sedangkan
menurut Imam Maliki akad gadai sudah mengikat dengan ijab dan qabul
saja. 2). Imam Syafi’i dan Imam Malik berpendapat dalam pelaksanaan gadai
emas yang telah dijual sebelum waktu jatuh tempo tiba maka perubahan
dengan menjual emas tersebut dianggap tidak sah. Karena hal ini dapat
merugikan pemilik emas. Adapun yang membedakannya yaitu dari akadnya.
Menurut Imam Maliki akadnya ikut batal. Namun menurut Imam Syafi’i
akadnya tetap ada. Maka emas tersebut bisa dikembalikan kepada
pemiliknya dengan syarat pemiliknya membayar gadai sesuai dengan akad
awal. Latar belakang pada perbedaan Imam Syafi’i dan Imam Malik terdapat
pada qurun waktunya yang berbeda, kondisi lingkungan yang berbeda dan
pengaruh kekuasaan yang berlaku.
Ajeng Rizki Pratiwi - Personal Name
SKRIPSI HES 538
2x4.225
Text
Indonesia
2022
Serang Banten
xii + 107 hlm.; 18 x 25 cm
LOADING LIST...
LOADING LIST...