Detail Cantuman Kembali
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PENGHULU DALAM IJAB QABUL PENGANTIN TUNARUNGU DAN TUNAWICARA (Studi Kasus di KUA Pulogadung)
Dalam perkawinan terdapat suatu momen sakral yaitu proses ijab qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, dan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dan qabul merupakan salah satu dari rukun perkawinan. Hal yang paling utama dalam suatu perkawinan yaitu adanya persetujuan,dalam persetujuan itu maka haruslah dibentuk dengan kata – kata , tindakan, atau berupa isyarat yang dapat dimengerti. Dalam hal proses akad nikah penyandang disabilitas rungu dan wicara ini tentunya tidak terlepas dari praktisi hukum yang bergelut dalam menangani perkembangan hal tersebut. Hakim dan penghulu sebagai partisipan hukum adalah dua subjek yang penting, akan tetapi di antara hakim dan penghulu, yang terlihat memiliki kedekatan lebih terkait masalah ini adalah penghulu.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan ijab qabul pengantin disabilitas?, 2. Bagaimana perspektif hukum Islam dan penghulu dalam proses ijab qabul tunarungu dan tunawicara ?, 3. Bagaimana perbedaan perspektif hukum Islam dan penghulu dalam ijab qabul tunarungu dan tunawicara ?
Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan ijab qabul pengantin disbilitas 2. Untuk mengetahui secara mendalam perspektif hukum Islam dan penghulu dalam proses ijab qabul tunarungu dan tunawicara, 3. Untuk mengkaji dan menguraikan tentang perbedaan perspektif hukum Islam dan penghulu mengenai ijab qabul tunarungu dan tunawicara.
Penelitian ini merupakan penelitian jenis sosiolegal yang bersifat studi kasus . Dengan menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data – data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif sesuai dengan data yang didapatkan dari perspektif penghulu dan perspektif hukum Islam mengenai ijab qabul tunarungu dan tunawicara.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam proses ijab qabul tunarungu dan tunawicara menurut perspektif hukum Islam, akad nikah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan isyarat apabila calon pengantin bisa mengerti dan isyarat tersebut bisa dipahami, selain menggunakan isyarat qabul bisa dilakukan dengan tulisan. Menurut perspektif penghulu, bahwasanya pernikahan baik disabilitas maupun non disabilitas semua diangggap sah pernikahannya selama sesuai dengan rukun dan syarat nikahnya terpenuhi, akan diwakilkan atau terdapat transletor itu tidak menyalahi rukun. Dalam hal ini jika dikaitkan dengan perspektifnya penghulu lebih merujuk ke ranah normatif (fiqih). Secara historis penghulu memang tidak dapat melepaskan diri dari sistem hukum Islam yang menempatkan fiqih sebagai basis rujukan.
Ditta Chairani Harun - Personal Name
SKRIPSI HKI 351
2x4.3
Text
Indonesia
2022
Serang Banten
xii + 121 hlm.; 18 x 25 cm
LOADING LIST...
LOADING LIST...