Detail Cantuman Kembali
Analisis Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang No.19 Tahun 2019
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan Undang-Undang sebagai pengganti dari Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana diketahui bahwa Undang-Undang ini hanya membutuhkan waktu 13 ( tiga belas) hari dengan 5 (lima) kali pembahasan dan kemudian disahkan menjadi Undang-Undang. Amandemen hukum ini yang seharusnya dapat memperkuat kinerja Pemberantasan Korupsi namun kini justru melemahkan kinerja KPK sebagai penegak hukum dalam Pemberantasan Korupsi. Adapun hukuman terhadap pelaku korupsi dalam hukum positif di Indonesia belum mencerminkan prinsip keadilan karena sifat hukuman yang ringan dan tidak membuat efek jera. Islam merupakan agama mayoritas, dimana nilai-nilai Islam dijadikan sebagai nilai dasar masyarakat Indonesia, termasuk menentukan hukuman yang tepat bagi pelaku korupsi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1). Bagaimana latar belakang pengaturan Pasal 11 Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan Undang-Undang No.19 tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan korupsi ? 2). Bagaimana pandangan hukum Islam Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan apa hukuman yang sesuai terhadap Ghulul ? Tujuan Penelitian : 1). Untuk mengetahui latar belakang pengaturan pasal 11 Komisi Pemberantasan Korupsi Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. 2). Untuk mengatahui Pandangan Hukum Islam tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan hukuman yang sesuai terhadap Ghulul.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan cara melakukan studi pustaka (Library Research). Teknik pengumpulan data menggunakan sumber primer yaitu al-Qur'an, Hadis dan Undang-Undang No.19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Bahan sekunder berbagai macam literature yang berkaitan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, perundang- undangan dan karya ilmiah seperti buku, jurnal, dan lain sebagainya. Bahan non- hukum menggunakan kamus (hukum) dan Ensiklopedia. Dapat juga buku-buku mengenai ilmu politik,filsafat, ekonomi, dan jurnal-jurnal non-hukum, dapat dijadikan bahan non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif kemudian dikembangkan secara deksripsi dengan cara menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan penelitian yang dilakukan. Kesimpulan dari penelitian ini : (1). Latar Belakang Pengaturan Pasal 11 Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu hilangnya kewenangan penanganan kasus yang meresahkan publik. Salah satu kriteria khusus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ini tidak lagi tercantum karena telah dihapus oleh DPR dan pemerintah. Padahal Pemberantasan Korupsi dilakukan sebab merugikan dan meresahkan masyarakat. Peran masyarakat justru dibutuhkan agar Pemberantasan Korupsi tersebut berhasil. (2). Pandangan Hukum Islam tentang KPK yaitu menggunakan teori Wilayah al-Mazhalim karena memiliki kesamaan, dimana peran Wilayah al-Mazhalim hampir sama dengan apa yang telah dijalankan oleh lembaga KPK di Indonesia. Objek yang ditangani dari keduanya yaitu para penguasa atau pejabat negara yang melakukan suatu kejahatan atau kedzaliman yang dilakukan kepada rakyat. Adapun dalam pemberantasan Korupsi (Ghulul) tegas dilarang dan haram, melihat dari dampak yang ditimbulkan sangat merusak moral dan kehidupan bangsa maka sanksi yang sesuai bagi pelaku korupsi yaitu ta'zir, yang dirasa mampu memberikan asas keadilan dan efektif mengurangi korupsi
Wihdah Junaidiyati - Personal Name
SKRIPSI HTN 239
SKRIPSI HTN 239
Text
Indonesia
FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2021
Serang Banten
xii + 106 hlm.; 18 x 25 cm
LOADING LIST...
LOADING LIST...