Detail Cantuman Kembali
Gugat cerai istri terhadap suami dengan gangguan jiwa
Dalam pasal 116 huruf (e) kompilasi hukum jo. Pasal 19 huruf (e) PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang No. 1 Tahun 1974, bahwa alasan perceraian yaitu “salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri”. Tapi yang dimaksud dengan di sini adalah cacat yang terdapat pada diri suami dan istri, baik cacat jasmani atau cacat rohani atau jiwa, cacat tersebut mungkin terjadi sebelum perkawinan, namun tidak diketahui oleh pihak lain atau cacat yang berlaku setelah akad perkawinan, baik ketahuan atau terjadinya itu setalah suami istri bergaul atau belum. Hal ini menjadi pembicaraan di kalangan ulama. Dari pokok permasalahan di atas, penulis dapat mengambil suatu masalah sebagai berikut (1) Gugat cerai istri terhadap suami yang mengalami gangguan jiwa permanen. (2) Gugat Cerai istri terhadap suami yang mengalami gangguan jiwa tidak permanen. Sesuai rumusan di atas, tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui Hukum cerai gugat istri terhadap suami yang mengalami gangguan jiwa yang permanen atau pun tidak permanen. (2) Untuk mengetahui kedudukan seorang istri dalam menggugat cerai seorang suami akibat gangguan jiwa dalam pandangan hukum Islam. Penelitian ini bersifat Deskriptif kualitatif (penelitian yang dilakukan untuk mengambarkan konsepan secara menyeluruh). Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini, adalah metode penelitan pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti dan mengadakan penelusuran berbagi literatur serta menganalisa data sekunder untuk memperoleh data dari undang- undang dan fatwa atau kebenaran yang akurat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dari uraian tersebut diatas bisa disimpulkan bahwa untuk gugat cerai istri terhadap suami gangguan jiwa permanen dalam agama dan undang-undang hukumnya diperbolehkan. Dalam agama dengan alasan tidak bisa memenuhi unsur biologis atau hubungan badan antara suami dan istri. Sedangkan dalam udang-undang Dalam pasal 116 huruf (e) kompilasi hukum jo. Pasal 19 huruf (e) PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa gugatan perceraian dapat diterima dengan alasan salah satu antara suami atau istri tidak bisa memenuhi kewajiban sebagaimana dalam kewajiban berumah tangga. Dalam kaitannya mengenai hukum gugat cerai istri terhadap suami gangguan jiwa tidak permanen maka bisa diambil 2 kesimpulan. Pertama apabila istri masih sanggup untuk mengurus suami dengan pertimbangan anak dan keluarga besar lalu bersedia menemani dan mengobati sampai sembuh maka itu lebih baik. Yang kedua diperbolehkan mengajukan gugatan perceraian apabila istri sudah tidak sanggup untuk menemani suami yang mengalami gangguan jiwa dan banyak hal yang menghalangi dalam hubungan suami istri dalam memenuhi tanggung jawab rumah tangga.
Iwan Febrian - Personal Name
SKRIPSI HKI 185
SKRIPSI HKI 185
Text
Indonesia
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
2020
Serang Banten
21,5cm, 28cm, 74 hlm
LOADING LIST...
LOADING LIST...