Detail Cantuman Kembali

XML

Tinjauan hukum Islam terhadap profesi pengemis (Studi Kasus di Kota Serang)


Pengemis dan gelandangan adalah fenomena yang mulai dipandang sebagai masalah yang serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya. Era persaingan global dan kemajuan teknologi sering kali dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain yakni perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan perkotaan. Hal ini dapat menimbulkan seseorang untuk menjadi pengemis karena tidak mampu membendung dan tidak mampu menempatkan diri di era persaingan global dan kemajuan teknologi. Berdasarkan paparan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut, yaitu: 1) Faktor-faktor apa saja yang yang memengaruhi profesi pengemis di Kota Serang? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap profesi pengemis di Kota Serang? Adapun tujuan penelitian ini yaitu: 1) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang yang memengaruhi profesi pengemis di Kota Serang? 2) Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap profesi pengemis di Kota Serang? Jenis penelitian ini adalah Peneitian Lapangan (field research) yaitu penelitian yang objeknya mengenai gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kelompok masyarakat. Sehingga penelitian ini juga bisa disebut penelitian kasus atau study kasus (case study) dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Dalam hal ini akan langsung mengamati orang-orang yang menjadikan pengemis sebagai profesi di Kota Serang. Hasil kesimpulan penelitian ini adalah faktor-faktor yang memengaruhi para pengemis di Kota Serang adalah sebagai berikut: kemiskinan (kebutuhan ekonomi) dan cacat fisik. Pandangan hukum Islam sendiri mengenai pengemis dapat dibedakan menjadi dua pandangan hukum Islam, yaitu: Haram, bagi pengemis yang melakukan meminta-minta sudah menjadi kebiasaan yang bertujuan untuk memanfaatkan harta orang lain yang mempunyai rezeki lebih, semata-mata hanya untuk memperkaya diri sendiri. Dan Mubah (boleh) apabila mereka memiliki cacat tubuh yang permanen dan tidak memungkinkan lagi untuk melakukan pekerjaan atau bagi mereka yang sudah tidak ada jalan lagi untuk memelihara jiwa (hifzh an-nafs) selain dengan cara meminta-minta maka dalam Islam diperbolehkan, dengan syarat tidak merendahkan harga dirinya, tidak memaksa ketika meminta, dan tidak menyakiti orang yang dimintai, serta dianjurkan untuk terus menerus melakukan meminta-minta.
Ahmad Senja Arifin - Personal Name
SKRIPSI HES 282
SKRIPSI HES 282
Text
Indonesia
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
2020
Serang Banten
21,5cm, 28cm, 90 hlm
LOADING LIST...
LOADING LIST...